Efek Penularan Lanjutan dari Kasus Siprus

Efek Penularan Lanjutan dari Kasus Siprus

Vibiznews
(Vibiznews - Forex) Untuk pertama kali sejak pemotongan obligasi Yunani (yang memukul bank-bank di Siprus dan boleh dibilang kunci penggerak kekacauan di Siprus) rasa sakit yang sesungguhnya kena pada investor daripada pembayar pajak. Hal ini membawa pada resiko menular sebagaimana akan dijelaskan dalam efek bercabang dibawah ini.
1. Resiko Sistematik.
Pasar heboh pada saat diumumkan mengenai “bailout” Siprus yang menjadi preseden untuk penyitaan deposit dan kontrol modal di dalam bailouts bank Uni Eropa di masa yang akan datang. Implikasinya adalah meningkatnya resiko dari pelarian uang dari bank secara massif pada bank-bank Yunani, Itali, Irlandia, Portugal dan Spanyol dan berakhirnya Uni Eropa.
Situasinya seperti di Amerika Serikat dimana para deposan pada bank lokal yang kecil kehilangan semuanya ketika otoritas federal menutup bank tetapi mereka yang di bank-bank besar dengan deposan dari perusahaan-perusahaan besar dan kehadiran internasional justur mendapatkan bantuan dana talangan.
2. Keluar dari Zona Euro.
Tidak jelas apakah Siprus bisa menghindari spiral kematian dan kemungkinan keluar dari zona euro. Pukulan yang mematikan kena kepada industri utama dan majikan pembayar gaji terbaik yaitu industri offshore banking.
Pukulan ini juga telah meninggalkan hutang sebesar 140% dari GDP, yang kebanyakan ekonom tidak percaya akan bisa ditanggung oleh Siprus. Ekonomi Siprus telah kehilangan penggerak ekonomi utamanya yaitu offshore banking, jadi kesempatan untuk bisa pulih kembali benar-benar nol.
3. Kontrol modal
Kontrol modal di Siprus berarti meledaknya EUR secara de facto. Jika Euro Siprus tidak likuid seperti Euro yang lainnya, maka nilainya sudah tidak sama lagi dan dengan demikian Siprus tidak lagi anggota zona euro secara penuh. Tidak diragukan lagi, deposan di bank-bank lain di negara yang beresiko akan membuat catatan, dan mereka yang depositonya diatas 100.000 Euro di bank mana saja, akan jadi lebih terdorong untuk mengambil dana ini dimana saja selagi mereka masih bisa.
Kontrol ini antara lain termasuk batas penarikan sebesar 300 Euro saja, Maximum transfer sebesar 5000 euro, restriksi dalam penggunaan kartu kredit dan batasan 1000 euro yang bisa diambil sebelumnya. Hal ini berarti yang keempat.
4. Resiko menular meningkat.
Kasus Siprus tanpa ragu lagi membuat para deposan bank (termasuk yang di AS dan Inggris) menjadi kurang aman dari yang sebelumnya dipercayai, apalagi mereka yang ada di bank-bank di negara Yunani, Itali, Irlandia, Portugal dan Spanyol. Resiko ini sekarang memberatkan para deposan dari bank-bank di negara-negara Yunani, Itali, Irlandia, Portugal dan Spanyol.
Jadi kenapa harus menaruh deposit di bank-bank negara Yunani, Itali, Irlandia, Portugal dan Spanyol kecuali memang benar-benar perlu?.
Selain itu dimasa yang akan datang, dana talangan akan menjadi lebih sukar. Akan menjadi bunuh diri secara politik bagi pemimpin negara pemberi dana untuk memberikan dana talangan kepada negara-negara berhutang tanpa lebih dulu memeras dana tunai dari negara-negara ini secara maximum. Selanjutnya bank-bank negara-negara Yunani, Itali, Irlandia, Portugal dan Spanyol lebih sukar mendapatkan kredit interbank yang diperlukan untuk operasi sehari-hari.
5. Kecemasan Uni Eropa yang berkelanjutan
Kecemasan Uni Eropa yang berkelanjutan berarti tren turun EUR yang berkelanjutan, atau tren naik USD di bulan-bulan yang akan datang. Saham-saham Eropa telah bergerak mendatar dan menurun dalam beberapa minggu belakangan, tetapi EURUSD dan pasangan EUR lainnya telah meluncur turun dengan keras sejak awal Februari.
Kecuali ada gerakan-gerakan bersifat koreksi jangka pendek, tren jangka panjang ini, yang terjadi sejak awal 2011, akan tetap tinggal seperti ini, dan memberikan suatu support bagi USD dan investasi USD.
6. Dana talangan yang lebih kasar
Akan dana talangan yang lebih kasar sampai pemilihan Jerman. Pemberi suara dalam pemilu Jerman tidak ramah lagi terhadap koalisi yang memerintah beberapa tahun belakangan. Dan ini dipercayai diakibatkan oleh karena kemarahan pada saat melihat uang mereka di pinjamkan atau diberikkan kepada negara-negara Yunani, Itali, Irlandia, Portugal dan Spanyol yang diragukan kelayakannya.
Banyak tulisan telah ditulis mengenai bagaimana “deal” dengan Siprus sesungguhnya dimenangkan oleh Perdana Menteri Jerman Merkel, yang memaksakan pengenaan pajak atas deposito bank. Terakhir kalinya investor swasta (yang sesungguhnya menguasai pasar) yang harus menanggung kesakitan seperti ini adalah pemotongan obligasi Yunani di musim panas 2011 yang mengakibatkan biaya pinjaman di Itali dan Spanyol naik tinggi sekali.
7. Resiko menular melampaui Uni Eropa.
Kasus Siprus menaikkan pertanyaan tentang keamanan deposit bahkan sampai diluar dari Uni Eropa. Investasi mana yang lebih diutamakan pada saat terjadi kegagalan bank, Saving Account atau Derivative Counterparties?
Resiko dari krisis baru di Spanyol dan Itali sedang naik arahnya bersamaan dengan imbal hasil obligasi mereka. Pasar sedang fokus pada Slovenia sebagai hotspot berikutnya
Setelah drama di Siprus kelihatannya mereda dimana telah terjadi kesepakatan untuk memberikan dana talangan kepada Siprus, kecemasan tetap menghinggapi Eropa. Slovenia dan Luksemburg di kuatirkan bisa menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja tanpa terduga dan membuat masalah di zona Euro semakin parah.
Siprus dan Slovenia memiliki persamaan dimana seperti Siprus, bank terbesar di Slovenia memerlukan rekapitalisasi dan pemerintah tidak memiliki cukup uang. Slovenia menolak menjual bank milik negara setelah runtuhnya komunisme. Akibatnya rakyat yang harus menanggung beban melalui pajak. Sekarang banyak proyek yang didanai bank menjadi bangkrut dan tidak dapat membayar pinjamannya lagi.
Siprus dan Luksemburg memiliki kesamaan dimana sama seperti Siprus, Luksemburg juga memiliki besaran industri financial yang melampaui produk domestic bruto (PDB) nya. Neraca perbankan Luksemburg 22 kali lipat dibandingkan dengan besaran ekonominya yang hanya bernilai 44 miliar euro. Luksemburg mengelola asset investasi senilai 2,5 triliun euro atau sekitar 55 kali PDB nya. Ada lima bank domestik dan 136 cabang bank asing dinegara itu.
Pengaruhnya Terhadap Pergerakan EUR/USD
Kenaikan EUR terhadap USD belakangan ini bukanlah kenaikan yang disebabkan oleh fundamental ekonomi yang membaik dari Eropa. Kenaikan EUR adalah hanya karena efek dari program QE yang habis-habisan yang dilakukan Jepang. Euro telah naik tajam sejak Bank of Japan membuat pengumuman mengenai sebuah program “quantitative easing” yang baru pada dua minggu lalu. Euro telah menjadi “best performing major currency” sejak itu.
Namun sesungguhnya indikator ekonomi dari Eropa adalah jauh dari bersinar dan mereka pastilah akan membebani matauang bersama ini, pada saat pasangan matauang ini mendekati level penting di 1.3170, sekalipun jika data AS memburuk secara signifikan. Persoalan Siprus yang telah kita bahas diatas akan menjadi Bom Waktu yang setiap saat bisa meledak dan menyeret EUR turun tiba-tiba dengan cepatnya.
Dengan adanya bahaya laten yang sewaktu-waktu dapat menyeret EUR turun, maka kita harus berhati-hati apabila terjadi penurunan dibawah level kunci 1.3000. Di bawah level ini, maka ada indikasi bahwa harga akan kembali menjadi bearish sebagaimana telah terjadi sejak awal dari Februari. Jika ini terjadi maka objektif dari penurunan harga akan kembali menuju level 1.2650.
Sumber: Vibiznews
Kelangkaan Instrument Financial Pada Mesin Ekonomi Negara Maju

Kelangkaan Instrument Financial Pada Mesin Ekonomi Negara Maju

Vibiznews
(Vibiznews - Economy) Mengemudikan kendaraan yang seluruh instrument-nya bekerja secara normal adalah hal yang wajar, kita bisa bermanuver ke kanan ke kiri, tancap gas dan kurangi kecepatan lagi, begitu dinamisnya. Namun lain halnya dengan mengemudikan kendaraan yang tidak sepenuhnya bisa dikendalikan, misal rem blong, atau terjebak lumpur licin, mungkin kita coba cara-cara yang dalam keadaan normal bisa segera dikendalikan tetapi dalam keadaan yang tidak normal ada saja yang tidak bisa bekerja seperti yang kita harapkan sehingga harus ada akal untuk meminimalkan resiko atas tidak terkendalinya kendaraan ini.
Keadaan ekonomi global sekarang ini bisa digambarkan seperti kendaraan yang sudah tidak bisa dikendalikan sepenuhnya oleh pengemudinya. Kondisi ekonomi beberapa negara maju yang kita bisa jadikan sebagai acuan pergerakan ekonomi global menunjukan indikasi ini secara jelas.
Amerika Serikat
Amerika Serikat sebagai negara dengan GDP USD 15.094 milyar, terbesar di dunia, menyadari bahwa mesinnya batuk-batuk dan cenderung akan mogok, maka berbagai upaya bongkar pasang instrumen dilakukan agar bisa kembali tancap gas. Debt to GDP ratio negara raksasa ini juga sudah mencapai 101.6%, bila diilustrasikan sebuah pabrik, maka hutangnya sebesar hasil produksi pabrik tersebut selama setahun.
Instrumen moneter dikutak-katik untuk menambah oktan bahan bakar, dengan beberapa kali menurunkan suku bunga supaya agar iklim investasi terdorong, dimana pemotongan suku bunga acuan sebesar 325 bps dalam periode Januari hingga Desember 2008 yaitu dari 3.5% di bulan Januari hingga 0.25% di bulan Desember. Selanjutnya mengupayakan lagi dengan mengganti system pembakaran, dengan system ini dipastikan bahwa guyuran bahan bakar bisa lebih besar dan tidak akan kurang, maka diluncurkan QE1 November 2008 – Maret 2010, USD 1.425 triliun disuntikkan ke ekonomi AS, USD 1.25 triliun dalam bentuk sekuritas (mortgage-backed securities), instrumen sekuritas yang terkait Sub Prime Loan, lalu USD 175 miliar dalam bentuk obligasi lembaga (lembaga yang disponsori pemerintah), QE2: November 2010 – Juni 2011, USD 600 miliar digelontorkan untuk membeli sekuritas milik pemerintah AS, Total QE USD 2.025 triliun, QE3 dan QE4 September 2012, masih berjalan, Fed membeli mortgage-backed securities sebesar USD 40 miliar per bulan, mulai Januari 2013, pembelian ini dinaikkan USD 45 miliar per bulan untuk membeli sekuritas jangka panjang pemerintah sehingga total USD 85 miliar per bulan.
Namun setiap kali diguyur bahan bakar berupa likuiditas, maka gas bisa mengencang sesaat lalu melambat lagi, kemudian mulai dicoba mencari jalan keluar lain, dicarilah bagian-bagian kendaraan yang kontribusi kurang malah memperberat beban, mulailah dicopot-copot dan dibuang, AC dimatikan, Ban serep dibuang, bemper dicopot supaya ringan walau kenyamanan dan keamanan sudah menjadi minim, AS mulai menerapkan kebijakan fiscal yang pada intinya bukan lagi mengurangi pengeluaran, bahkan sudah pada batas memotong anggaran yang ada, hingga dikawatirkan ekonomi bisa roboh karena pmotongan yang berlebih (Fiscal Cliff).
Negara Eropa
Negara-negara Eropa berbeda lagi suasananya, mereka semula berkendaraan bersama-sama beriring-iringan supaya aman dan bisa saling tolong menolong, tentunya ini sudah menjadi kesepakatan yang dijunjung bersama. Namun di tengah perjalanan setelah melalui medan yang sulit, beberapa negara mulai kehabisan bahan bakar, seharusnya sudah mogok, namun karena perjalanan dengan banyak teman, maka teman yang lain dengan setia menyumbangkan bensinnya, tentu dengan hitungan sebagai teman.
Ternyata kondisi tidak lebih baik, makin lama makin banyak yang kehabisan bensin, maka disepakati harus irit bahan bahan bakar dengan Austerity Policy, hasilnya bukannya perjalanan lebih pasti malah mesin mulai rusak. Instrumen moneter sudah tidak bisa lagi diterapkan, suku bunga sudah hampir menempel ke angka nol tetap juga tidak berpengauh, fiscal policy sudah mulai menjerat leher, bukan lagi irit tapi sudah bisa menggiring pada kematian. Teman yang menolong sudah mulai marah dan mengancam tidak mau menolong lagi, karena berapapun bantuan tambahan bensin hanyut begitu saja dan keadaan tidak lebih baik.
Jepang
Jepang beda lagi ceritanya, sebelumnya dia membuat sirik orang karena kendaraannya selalu kinclong dan bisa ngebut dimana-dimana, namun kali ini kondisi global membuat laju kendaraannya terjebak lumpur licin, bahkan mendapat celaka Tsunami sehingga sempat penyok dan beberapa bagian rusak. Perjalanan harus terus dilanjutkan sambil membenahi beberapa yang rusak, mau minta tolong sangatlah tidak mudah, karena sebelumnya kendaraannya memang lebih bagus dari yang lain, bahkan yang ada justru jalurnya telah mulai diserobot oleh kompetitor. Produk-produk unggulan Jepang seperti halnya perangkat elektronik, tidak lagi kompetitif bukan karena persaingan tehnologi-nya tetapi nilai tukar Yen yang tidak kompetitif membuat market share-nya digerogoti oleh negara-negara pesaing yang memang dari dulunya agak sirik dengan penguasaan pasar oleh Jepang, seperti Korea Selatan dan China. Bukan hanya itu, kondisi masih diperburuk lagi dengan masalah geopolitik dengan negara tetangga, ribut dengan China karena berebut pulau Senkaku, ancaman rudal nuklir dari Korea Utara bisa menjadi potensi guncangan ekonomi yang penyebabnya non ekonomi.
Cyprus
Cyprus bailout yang sekarang ini menjadi topik banyak pembicaraan para pelaku bisnis merupakan gambaran kompleksitas dan saling berkaitan kesulitan ekonomi secara global. Negara yang selama ini menjadi tax heaven, ketika mulai batuk-batuk hampir mogok, bukan saja dia sendiri yang panik, namun orang lain ikut panik semua.
Mengapa ikut panik, karena Cyprus sudah sadar bahwa instrumen moneter sudah tidak jalan, instrumen fiscal juga sudah pasti tidak memberi dukungan, austerity policy yang dilakukan di negara lain memberi bukti bukan tambah baik malah tambah rusuh, jadi apalagi yang bisa dilakukan, maka dibuatlah proposal pemungutan pajak deposito, yang secara normal dilakukan adalah dikenakan pajak bunga sebagai pajak penghasilan bagi penerima pendapatan bunga, namun kali ini yang dikenakan adalah pajak terhadap saldo deposito, dengan kata lain adalah pemotongan paksa dana yang disimpan para deposan. Berikut proses kebijakan fiskal dalam rangka menyelamatkan ekonomi Cyprus,
Proposal awal:
Pemajakan sebesar 6.75% untuk deposito 20,000-100,000 euro
Pemajakan sebesar 9.9% untuk deposito >100,000 euro.
Proposal awal ini dibatalkan sebab dirasa penting untuk melindungi deposito dalam jumlah kecil. Karena itu akhirnya proposal yang diajukan ke parlemen adalah pemajakan sebesar 15.6% untuk deposito berjumlah >100,000 euro. Parlemen Siprus menolak opsi ini.
Akhirnya dicapai kesepakatan sebagai berikut:
Cyprus Popular Bank yang 84 persen sahamnya dimiliki oleh pemerintah akan ditutup. Nasabah yang akan kehilangan dananya adalah pemegang deposito dan obligasi yang tidak diasuransikan, termasuk juga kreditur senior. Pemegang obligasi senior juga akan berkontribusi terhadap rekapitalisasi Bank of Cyprus.
Kesepakatan bailout dengan para pemimpin Eropa pada awal minggu ini akhirnya terjadi, sehingga Cyprus dapat terhindar dari kebangkrutan. Uni Eropa dan IMF setuju memberikan dana talangan sekitar 10 miliar Euro atau 13 miliar USD, dengan salah satu syaratnya adalah pemerintah Cyprus harus melikuidasi Cyprus Popular Bank Plc, bank terbesar ke-2 di
Cyprus.
Mengapa Negara Eropa tergoda untuk memaksakan kebijakan ini ? demi mengamankan pinjaman ke Cyprus sebesar 10 miliar Euro ini maka perlu sumber pembayaran melalui penerapan pajak deposito. Selama ini Cyprus sebagai negara tax heaven, dana mengalir dari seluruh penjuru dunia memanfaatkan fasilitas bebas pajak sebagai pelarian dana untuk transaksi-transaksi yang menghindar pajak, mayoritas dana individual dan perusahaan dari Rusia yang diparkir di Cyprus, diduga bisa mencapai 70 miliar euro deposito yang diinvestasikan oleh perbankan Cyprus, dengan porsi eksposure seperti gambar di bawah ini (data dari WSJ).
Rencana kebijakan pajak “merampok deposan” ini diharapkan langsung menyelesaikan permasalahan kekurangan likuiditas negaranya. Namun dampak dari policy ini membuat kepanikan dari para pemilik dana yang notabene para pemilik dana "siluman" tersebar di seluruh dunia, sehingga goncanglah bursa dan perdagangan akibat rencana tersebut.
Syukurlah Parlemen Cyprus menentang rencana itu sehingga rencana ini batal, namun pelajaran yang bisa kita lihat bahwa kesulian ekonomi global kali ini memberi gambaran bahwa para pengemudi sudah kehabisan intrumen untuk mengendalikan kendaraannya agar terus bisa melaju.
Kesempatan Yang Sempit
Dalam sebuah perlombaan balap mobil, sekalipun banyak terjadi benturan dan kecelakaan tetap saja ada yang keluar sebagai juara. Sang juara bisa jadi memang sejak start memimpin pertandingan, tetapi bisa juga karena yang mereka yang berusaha memperoleh posisi pertama justru saling bertabrakan sehingga yang di belakang justru terhindar dari kecelakaan.
Sekarang kita lihat, negara mana yang masih mempunya andalan sehingga instrument ekonominya masih bisa dioptimalkan untuk memacu laju ekonominya.
Amerika Serikat yang selama ini menguasai tehnologi juga memiliki kekayaan sumber daya alam, diprediksi akan berusaha kembali memimpin melalui perpaduan kekuatan tehnologi dan sumber alamnya untuk memanfaatkan cadangan gas bumi dan energy alternative non minyak untuk mendobrak ekonominya supaya tidak tergantung dengan import minyak yang sangat memberatkan beban ekonomi AS.
Jerman, yang juga piawai di bidang tehnologi dan otomotive, sampai sekarang ditopang kuat oleh faktor ini, sehingga kemungkinan akan keluar dari problem yang melilit negara-negara Eropa.
Negara-negara BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Afica) memiliki potensi sumber daya alam, demography yang kuat untuk permintaan dalam negeri, tenaga kerja yang relative murah, sehingga pertumbuhan ekonominya bisa melejit.
Negara-negara Asia Kuning (China, Korea, Jepang) dan ASEAN memiliki potensi untuk melanjutkan pertumbuhan ekonominya sebagai negara berkembang, hanya saja ketidakstabilan geopolitik sehubungan ancaman Korea Utara bisa mengganggu masa depan ekonomi negara sekitarnya.
Indonesia, yang sekarang ini sering dijuluki ekonomi komodo, dimana sifatnya buas, kebal dan khas Indonesia, dengan potensi sumber alam, demography dan stabilitas politiknya, diperkirakan akan terus memanfaatkan kesempatan gunjang-ganjing ekonomi global ini dengan mencuri perhatian dana-dana investasi untuk terus masuk ke Indonesia yang menarik dari sisi kekuatan ekonomi domestiknya.
Hal ini sangat dimungkinkan bila disertai dengan perbaikan kualitas sumber daya manusia, infrastruktur dan kepastian hukum bagi para investor.
Siapa pemenang pertandingan ini ? kita tunggu hasilnya, setiap pertandingan akan menghasilnya juaranya.
Mungkinkah Indonesia ? bila memang para negara maju dan negara-negara Eropa tidak bisa melepaskan diri dari permasalahannya, dan negara-negara Asia Kuning terlibat masalah regionalnya, maka tidak tertutup kemungkinan untuk Indonesia mengambil posisi kedepan. Kalaupun tidak juara pertama, minimal juara harapan.

Sumber: Vibiznews

Kategori

Kategori